Jangan Terpaksa Jadi Manusia - Dalam blog saya rahasia meraih sukses, banyak sekali membahas tentang bagaimana menjadi manusia seutuhnya. Sehingga kita tidak perlu sedih dan kecewa bagaimana pun kondisi kita sekarang. Apakah anda terpaksa menjadi manusia? Jadi manusia jangan sedih, jangan terpaksa. Kita di ciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah. Jadi, seperti apapun anda, apakah yang cakep atau yang buruk rupa akan kembali ke tanah juga. Yang kaya atau yang miskin pun akan kembali ke tanah juga. Mengapa harus gelisah? Bedakan dirimu dengan amal terbaikmu. Sebab yang berbeda belum tentu baik, tetapi yang terbaik pasti lah berbeda.
Hitam? Pede aja lagi! Tak perlu kau gelisahkan warna kulitmu. Allah tidak melihat tampang kita. Keren atau tidak bukan masalah. Berkaryalah, itulah fokus penting kita. Ingat Muhammad Ali yang hitam jadi petinju yang sukses.
Tuna netra? Berikan kabar gembira pada mereka. Sebab para Sahabat, ulama yang luas ilmunya, dalam fiqhnya, bijak hikmahnya juga tuna netra.
Lumpuh? Jangan mengeluh. Theodore Rosevelt yang lumpuh punya pengaruh dalam memimpin sebab kebijakan yang menyentuh. Syaikh Ahmad Yasin yang lumpuh, tetapi gelora jihadnya menggemuruh, memiliki kekuatan dan ruh yang berpengaruh.
Tak punya gelar? Tidak masalah. Banyak sekali yang tidak memiliki gelar tetapi, pada akhirnya sukses luar biasa. Sementara banyak yang memiliki gelar tetapi, prestasinya tak terdengar.
Seperti apa pun anda, janganlah pernah menyesal menjadi manusia. Jadilah manusia yang bermanfaat bagi semua orang. Masih banyak cara untuk menjadi besar dengan membangun jiwa. Kekayaan itu ada di dalam jiwa. Jangan menyerah, gali potensi yang masih ada. Cari dan temukan. Tiada satupun yang diciptakan yang di ciptakan Allah dengan sia-sia, termasuk diri kita. Masih banyak cara untuk menjadi diri kita, menggali potensi, menemukan solusi, dan meraih kemenangan luar biasa.
Seorang sahabat Nabi tidak punya perbekalan dalam berperang, ia “memerangi” jiwa, menahan nafsunya, mengelola amarahnya dan bersedekah. Sedekah yang sangat besar dengan kehormatan jiwanya ketika tidak bisa andil dalam perang akbar.
Ulbah bin Zaid, sahabat Nabi yang miskin, tak punya apa-apa, meski Cuma sedekah dengan sejumput kurma. Ia gelisah karena tidak bisa berkiprah, tak bisa ikut berjihad dengan hartanya. Namun, kondisi ini tidak lantas membuatnya putus asa melihat masalah. Ia bertekad untuk ia tetap berpartisipasi dengan segala kemampuan yang di miliki. Ia gali, ia cari, ia renungkan. Akhirnya ia temukan, di saat malam gelap pekat sehingga akhirnya dia menyedekahkan kehormatan dan harga dirinya.
Masih banyak cara dengan besar membangun jiwa, memfokuskan potensi untuk berkontribusi. Banyak yang bisa kita lakukan. Jangan buang-buang energi.
Menjadi muslim adalah peluang, sebab semua amal akan bernilai dan diperhitungkan. Momentum untuk sebanyak mungkin meraup pahala yang di sediakan. Mulailah berpikir besar. Sebagai orang sukses lahir akibat kebesaran berpikir mereka.
0 komentar:
Posting Komentar